"Aurelia mencari Lucian"


AURELIA MENCARI LUCIAN


“Jangan sebut namanya jika kalian tak mengenalnya. Simak sajalah apa yang akan aku ceritakan, mungkin ini terdengar seperti dongeng, tapi ini kenyataan bahkan kenyataan yang sangat mengerikan. Seorang Raja yang memimpin sebuah pulau bernama Harvest, memiliki seorang putri bernama Aurelia, yang berarti emas. Raja sudah menunggu selama 25 tahun untuk memiliki keturunan, merupakan keberuntungannya saat ia mendapatkan Aurelia setelah pernikahannya yang kelima bersama seorang wanita, bukan wanita biasa, dia adalah wanita dari kaum gipsi. Aku tak begitu mengenali wanita itu, tapi terdengar kabar dulunya dia adalah keturunan penyihir jahat.”
“Baba, dari mana kau tahu cerita ini?” tanya Feliz kepada seorang pria tua yang menempati gubuk reot di bawah jembatan. Feliz merupakan seorang aktivis yang mengurusi gelandangan di kota. Ia datang dari satu tempat ke tempat lain untuk meningkatkan taraf hidup para gelandangan. Tapi dengan Baba, nama panggilan untuk pria tua itu, entah kenapa Feliz merasa tertarik, ia kerap datang hanya untuk memperhatikan aktifitas Baba dalam sehari. Hari ini pun Feliz datang ke tempat Baba untuk memberikan makanan dan mengajaknya berbicara, ia mengajak temannya yang bernama Margareta untuk mengunjungi Baba. Entah karena sudah lama mengunjungi Baba, atau karena Feliz membawa seorang teman, tiba-tiba saja Baba ingin menceritakan sebuah kisah yang menurutnya sudah disimpan selama bertahun-tahun.
“Dengarlah ceritaku, dan kau akan paham darimana aku mengetahui cerita ini.”
“Aurelia, gadis kecilku, dari mana saja dirimu sayang?” kata Raja.
“Ayahanda, aku baru saja berkeliling pantai. Aku punya satu permintaan Ayah,”
“Apa itu Aurelia?”
“Saat usiaku 17 tahun, aku ingin ayah membangun sebuah istana kecil yang cantik, terbuat dari batu pualam,  terdapat banyak kaca, menghadap ke laut, dan terdapat menara dengan kubah permata, agar saat siang, istanaku bersinar dengan indahnya,”
Sang raja terdiam menatap mata putri kecilnya itu.
“Apakah permintaanku tidak akan ayah kabulkan?”
Sang raja masih terdiam, dan mengelus-elus jenggot panjangnya yang berwarna putih. Tiba-tiba ia tersenyum dan menggendong Aurelia.
“Tidak akan pernah permintaanmu aku tolak, apapun itu sayang, kelakpun kau yang akan memimpin pulau Harvest ini. Betapa bahagianya aku yang sudah tua ini memiliki gadis secantik kau, aku sudah berjanji pada ibu-mu akan mengabulkan semua permintaanmu,”
“Terima kasih Ayah,”
Wanita gipsi yang merupakan ibu dari Aurelia telah meninggal saat melahirkan gadis itu. Semua permintaan Aurelia menjadi sebuah kewajiban bagi sang Raja untuk dikabulkan, hal itu juga yang menjadi permintaan terakhir dari wanita gipsi tersebut.
Lucky, seorang pria paruh baya, mendekat kearah sang Raja, memberikan salam penghormatan dan menyampaikan pesan bahwa sebentar lagi akan diadakan pertemuan dengan para petani di pulau Harvest membahas pemberantasan hama. Lucky adalah adik dari sang Raja, ia menjabat sebagai penasehat di istana.
“Hai Aurelia,” sapanya dengan senyum, Lucky selalu bersikap ramah dengan Aurelia tapi dia sama sekali tak pernah menyentuh keponakannya itu, entah apa yang menjadi alasannya.
“Hai paman Lucky,”
Setelah sang raja dan penasehatnya pergi, Aurelia memanggil salah satu dayangnya.
“Upix, bawakan buah Dragon untukku,”
“Maaf tuan putri, persediaan buah Dragon telah habis, jadi untuk hari ini istana tidak bisa menyediakannya untuk anda.”
Aurelia memandang tajam ke arah dayangnya yang dipanggil Upix. Ia menggerakkan tangannya keudara, seperti sedang menyayat sesuatu.
“AKKHH...” tiba-tiba saja Upix berteriak kesakitan memegangi lehernya, darah menetes membasahi seragamnya.
“Aku tak ingin mendengar kata tidak, Upix,”
Upix memandang ngeri pada sorotan mata Aurelia, ditengah bola matanya yang berwarna cokelat itu muncul bintik berwarna merah yang semakin lama merubah warna bola matanya menjadi lingkaran merah yang utuh.
“Maafkan saya Tuan Putri, segera akan saya carikan buah Dragon,”
“Kesempatanmu hanya sekali, tak ada tawar menawar buatku,”
Upix menjerit dalam kengerian saat melihat tangannya berubah menjadi butiran debu hingga menjalar keseluruh tubuhnya dan akhirnya hanya butiran debu yang membekas dari dayang itu.
Aurelia tersenyum dan perlahan warna bola matanya kembali seperti semula. Tanpa dia ketahui sepasang mata telah merekam kejadian yang baru saja terjadi.
Saat usia Aurelia menginjak usia 15 tahun, ia dihadiahi ayahnya seekor kuda putih yang cantik, yang selalu menemaninya mengelilingi wilayah pantai. Suatu ketika kaki kuda itu terluka parah, dan dia hampir tak bisa berdiri. Namun Aurelia tak perduli, ia menaiki kuda itu dan menyuruhnya berjalan. Kuda tersebut mengeluarkan suara yang memilukan karena tak sanggup berjalan.
“Jangan pernah menolak perintah Aurelia, kuda manis, aku sudah mulai menyayangimu, tapi kenapa kau menolak permintaanku,”
Ia pun turun dari kuda tersebut, menatap mata binatang yang terlihat menyedihkan itu dan tiba-tiba saja kuda itu mampu berjalan, sambil menunduk binatang tersebut terus berjalan masuk kedalam air, semakin menjauh hingga tubuh kuda itu tak terlihat lagi di lautan.
“Aurelia, dimana kuda yang ayah berikan padamu?” tanya sang Raja saat menyambutnya di gerbang istana.
“Kudaku hilang Ayah, aku menambatkannya di tengah hutan. Baru aku tinggal sebentar binatang itu sudah tidak ada. Mungkin dia diculik atau kabur,” jawabnya.
“Haruskah ayah menyuruh pengawal untuk mencari kuda itu?”
“Tidak usah Ayah, biarkan saja. Mungkin dia mau hidup bebas,”
“Baik, masuklah! Makan siangmu sudah disiapkan,”
Kini Aurelia sudah menjadi gadis remaja yang cantik, namun semua orang takut padanya. Raja tak pernah tahu ada yang salah dengan putrinya, di mata sang Raja, Aurelia adalah gadis manis yang periang. Ia pun kini tinggal di istana kecil impiannya, yang kubahnya terbuat dari permata. Ulang tahunnya yang kedua puluh tahun ini, sang raja menghadiahkan sebuah kapal pesiar  yang sangat indah. Ia tahu Aurelia sangat menyukai laut, dan berusaha menyenangkan hati putrinya saat ia masih hidup di dunia.
“Mari kita berlayar pengawal,”
“Baik Tuan Putri,”
Dengan ditemani 5 orang pengawal dan 3 dayang-dayang, Aurelia berlayar setelah matahari telah terbenam.
Ia berjalan di dek kapal saat kapalnya mencapai tengah laut, menatap langit yang gelap, terpesona akan taburan bintang yang menghias langit. Setelah menikmati suasana itu selama beberapa jam, seorang pengawal datang dan memberitahu bahwa cuaca memburuk dan mereka harus segera pulang ke istana.
“Aku sedang menikmati suasana ini, pengawal, tidakkah kau lihat?”
“Ampun beribu ampun Tuan Putri, saya hanya takut ombak besar akan menghantam kapal ini,”
“Aku tidak mau pergi dari sini. Aku pergi ketika aku ingin, dan aku disini ketika aku ingin,”
“Tapi tuan Putri,”
“Kau tidak kenal siapa aku, pengawal. Aku bahkan bisa memindahkan kapal ini dalam sekejap mata. Aku sangat tidak suka didikte siapapun, tapi kau baru saja melakukannya padaku,”
“Maafkan hamba Tuan Putri, hamba tidak bermaksud seperti itu,”
 “Aku bisa menghentikan detak jantungmu, kau ingin bukti?” Aurelia menggumamkan sesuatu dari bibirnya selanjutnya yang terjadi adalah pengawal itu telah memegangi dadanya dan merintih kesakitan.
“Tuan... pu..tri.. ampun, akhh..” muka pengawal tadi bertambah pucat hingga ia tak sanggup berbicara lagi. Aurelia lalu menghentikan gumamannya, ia mendekati pengawal itu dan menatap matanya. Pengawal itu kembali bisa bernafas saat mantra itu berhenti diucapkan tapi tak berapa lama tubuhnya tak bisa digerakkan. Aurelia memegangi jari pengawal itu dan secara perlahan mencabut kuku di jari telunjuk pengawal itu, tak ada suara yang terdengar namun dari tatapan pria itu menunjukkan kesakitan yang luar biasa, darahpun menetes dari ujung jarinya.
Para pengawal lain beserta dayang-dayang memandangi kejadian mengerikan itu dari balik ruang kemudi kapal. Mereka tak bisa berbuat apa-apa, bahkan para dayang menahan jeritan ketakutan mereka agar tak terdengar.
“Kali ini aku masih berbaik hati, masuklah! Aku ingin disini sebentar lagi, kau hanya mengganggu ketenanganku,”
Pengawal itu kembali bisa bergerak lalu berjalan  menuju ruang kemudi sambil memegangi jari tangannya. Dayang-dayang itu lalu membantu mengobati luka pengawal itu di salah satu kamar.
“Bagaimana keadaanmu Gun?” tanya salah seorang dayang.
“Dia memang gadis paling kejam,” sambil merintih saat tangannya diobati.
“Menurutku roh ibunya, si wanita gipsi itu telah merasuk kedalam jiwanya, dia pun terlihat seperti iblis. Aku ingat saat pertama kali saat wanita gipsi itu masuk ke istana, raja selalu memuji kecantikan istrinya, tapi aku tak melihat satupun sisi kecantikan itu.” Ucap salah satu dayang yang sudah lama bekerja di istana.
“Benarkah, Carmella? Ia betul-betul mengerikan. Aku harap kita jangan pernah berbuat kesalahan lagi dengannya, atau kita bakal mati mengenaskan ditangannya. Kau masih beruntung Gun, dia tak membunuhmu,” tambah salah satu pengawal.
Suara guntur menyambar-nyambar ditengah laut, sepertinya akan ada badai besar.
“Apa aku bilang, Jangan-jangan kita akan tenggelam karena badai disini,”
Mereka berjalan perlahan ke ruang kemudi, memandangi Aurelia yang berdiri di pinggir kapal, mengangkat satu tangannya ke langit. Terlihat mulutnya bergerak-gerak seperti mengucapkan mantra lalu sebuah cahaya dari langit menyentuh tangannya. Seketika laut menjadi tenang, warna langit kembali seperti semula.
Mata-mata yang melihat kejadian itu terkejut dan menahan suara takjub mereka melihat kekuatan Aurelia.
Keesokannya tibalah seorang pria muda ke istana, ia bernama Lucian. Lucky mengatakan bahwa Lucian adalah anak dari temannya yang datang ke istana untuk mengantarkan pesanan darinya. Ia akan menginap disini selama seminggu, karena Lucky ingin Lucian menikmati pulau Harvest yang indah.
Siapa sangka Aurelia yang selau bersikap dingin dan sangat kejam malah jatuh cinta pada pandangan pertama pada Lucian. Lucky meminta Aurelia untuk menemani Lucian mengelilingi pulau Harvest, sehingga Aurelia kembali tinggal di istana Ayahnya. Dengan senang hati gadis itu menemani Lucian, mereka berdua menghabiskan waktu sampai matahari terbenam di tepi pantai.
Aurelia berjalan mondar-mandir di kamarnya, ia membongkar lemari pakaian sehingga semua pakaiannya berserakan di lantai.
“Dayang, dimana gaunku yang berwarna biru?”
“Gaun itu masih berada di bawah Tuan Putri, saya baru akan meletakannya di lemari sore ini,”
“Kenapa kau tidak bilang dari tadi? Aku sudah letih membongkar kamar ini,” ia lalu mencengkeram tangan dayang muda itu.
“Ampun Tuan Putri,” ia mengaduh kesakitan saat tangannya mulai membiru dan menunduk takut saat bola mata Aurelia yang telah berubah.
“Aurelia,” terdengar suara seorang pria dari arah pintu. Aurelia segera melepas genggamannya saat ia melihat Lucian berada di depan kamarnya.
“Pergi!” perintah Aurelia pada dayang itu. Lucian pun masuk dan mendekati Aurelia.
 “Tenanglah,” ucap Lucian, seketika warna bola mata Aurelia berubah menjadi warna coklat kembali.
“Kau tidak takut padaku?”
“Apa yang harus ditakutkan dari seorang gadis cantik sepertimu? Katakan padaku,”
Aurelia tersenyum dan saat itulah mereka semakin akrab. Kini tak ada lagi aksi penyiksaan yang dilakukan gadis itu, karena setiap hari disibukkan untuk bersama Lucian. Entah kenapa kemarahannya terasa menghilang saat bersama Lucian, kini ia lebih banyak tersenyum daripada sebelumnya.
“Maafkan saya Tuan putri, saya terlambat mengantarkan makan siang. Raja memerintahkan saya untuk mengambil barang di pasar,” dayang itu terlihat ketakutan saat membawa baki makanan ke kamar Aurelia.
“Sudahlah letakkan makanan itu, dan pergi!”
Besok adalah hari terakhir Lucian berada di pulau Harvest. Aurelia memandang sedih wajah Lucian yang selalu tampak bercahaya.
“Apakah kau akan pulang besok?”
“Ya Aurelia, aku harus pulang. Sudah hampir seminggu aku disini,”
“Tinggallah lebih lama, aku senang kau berada disini.”
“Tidak mungkin, aku sudah berjanji dengan ayahku akan pulang besok,”
“Tapi aku menginginkan kau disini, karena aku menyukaimu,”
“Aurelia....” Lucian tak mampu melanjutkan kata-katanya.
“Apa? Kenapa? Kau tidak menyukaiku...”
“Bukan begitu, aku hanya tidak bisa.”
“Mengapa? Apa kau sudah memiliki kekasih?” Aurelia menatap tajam Lucian, bola mata itu berubah perlahan menjadi merah.
“Tenanglah Aurelia, kontrol emosimu. Lihat matamu telah berubah,”
“Tidak, aku tak peduli. Kau membohongiku...”
“Ini bukan seperti yang kau pikirkan,”
“Jadi apa maksudmu? Dengar Lucian, aku selalu mendapatkan semua keinginanku, dan sekarang aku menginginkanmu. Bagaimanapun caranya kau harus menjadi milikku!”
“Aurelia, hentikan semua yang telah kau perbuat selama ini. Aku tahu kau sebenarnya gadis baik, kau hanya tak bisa mengontrol emosimu. Kau tak bisa memaksa semua orang untuk menuruti semua keinginanmu, gunakanlah kekuatanmu untuk kebaikan. Kau pasti bisa berubah,”
“Omong kosong apa itu? Lucian, tak seorangpun bisa mendikteku, aku berjalan atas kemauanku sendiri, semua yang aku lakukan karena aku ingin. “
“Aurelia, kali ini aku mohon dengarkanlah aku. Aku ingin kau berubah karena kemauanmu sendiri,”
“Aku mau kau jadi milikku,” paksa Aurelia.
“Tapi aku tak bisa,” Lucian berujar dengan sedih.
Aurelia berlari meninggalkan Lucian di pantai, ia berlari menuju hutan.
“Akhh....” teriaknya saat di tengah hutan. Pohon-pohon yang berjarak dekat dengan Aurelia tiba-tiba tumbang dan sebuah batu besar pecah berkeping-keping.
Keesokannya Aurelia mencari Lucian keseluruh bangunan di istana, tapi ia tak menemukan batang hidung pria itu.
“Lucian...Lucian..” teriaknya disepanjang lorong bangunan istana. Para dayang memandang Aurelia dengan heran, mereka takut bertanya kepadanya.
“Dayang, dimana Lucian?” tanyanya pada salah satu dayang yang sedang berada di dapur.
“Hamba tidak tahu tuan Putri,” jawabnya sambil menunduk.
“Dasar bodoh, apa saja kerja kalian di istana ini. Bantu aku mencari Lucian, dan kalian harus menemukannya,” dengan kemarahan Aurelia meninggalkan dapur.
“Siapa itu Lucian?” tanya dayang tadi kepada dayang yang lainnya.
“Aku juga tidak tahu, pagi ini dia terlihat aneh sekali. Meneriakkan nama Lucian dan mencarinya diseluruh bangunan istana.”
“Cepat! kita harus mencarinya, jika dia masih melihat kita disini, kita akan mati.” Mereka semua lalu bergegas meninggalkan dapur, mencari sesuatu yang sebenarnya tak mereka ketahui.
“Ayahanda,” Aurelia masuk kedalam ruang kerja ayahnya.
“Ada apa sayang?”
“Dimana Lucian?”
“Lucian? Siapa itu?” tanya sang raja bingung.
“Lucian, Anak dari teman paman Lucky yang menginap disini,” Aurelia sempat kaget melihat ekspresi bingung ayahnya.
“Tidak ada yang datang ke istana ini sayang, tak seorangpun, apalagi yang bernama Lucian.”
“Apa?” keterkejutan Aurelia semakin bertambah dengan penjelasan ayahnya.
“Ini tidak mungkin, ayah, kau pasti sedang bercanda denganku,”
Sang Raja mendekati putrinya lalu mengelus rambut panjangnya.
“Aurelia, ada apa sebenarnya? Ayah rasa kamu terlalu banyak bermain diluar, ayah memperhatikan belakangan ini kamu selalu menghabiskan waktu diluar sendirian,”
“Sendirian? Aku bersama......” ia hanya menyebut nama Lucian dalam hatinya.
“Ayah aku ingin pergi ke kamarku sekarang,”
“Baiklah, istirahat sajalah. Jika ada yang kamu inginkan katakan pada Ayah,”
Ia mengangguk lalu meninggalan ruangan itu. Saat tiba di kamar, Aurelia melemparkan semua barang-barang yang berada dihadapannya.
“Apa maksudnya semua ini, dimana Lucian? Tapi Ayahku tak mungkin berbohong.” Ia berpikir sebentar lalu berjalan keluar dari kamarnya.
“Paman Lucky,” Aurelia masuk tanpa permisi ke kamar Lucky, ia melihat Lucky sedang duduk membaca buku.
“Hai Aurelia,” sapa Lucky.
“Paman, katakan kepadaku dimana Lucian!”
Lucky bangkit dari kursinya dan berjalan perlahan ke arah Aurelia yang memandanginya dengan tajam.
“Lucian? Siapa itu Lucian, Aurelia?”
“Paman, apa maksudmu sebenarnya, katakan padaku. Apakah kau mempermainkanku, agar aku terlihat seperti orang gila di rumah ini.”
“Tenanglah, apa yang sedang kau bicarakan ini?”
“Paman, jangan berpura-pura lagi. Kau yang memperkenalkanku dengan Lucian, kau mengatakan ia adalah anak dari temanmu, apa maksudmu?”
“Sepertinya sekarang pikiranmu telah melantur kemana-mana. Tenanglah, Aurelia!”
Aurelia melihat kalung yang dikenakan Lucky, kalung yang memiliki tali berwarna hitam yang terdapat bandul persegi dengan sebuah batu berwarna hitam berkilau di tengahnya. Matanya langsung berubah menjadi warna merah, Lucky yang terkejut mundur beberapa langkah dari tempat Aurelia berdiri.
“Aku bisa merasakan Lucian di dekatmu, Paman. Apakah kau memasukkannya kedalam batu di kalungmu itu? Katakan padaku! Jadi bukan hanya aku yang memiliki kekuatan disini, tapi kau juga,”
“Aurelia, tahan emosimu. Aku bisa menjelaskan semuanya,”
“Ternyata kau juga sudah lama tahu bahwa aku memiliki kekuatan. Kenapa kau tidak mengatakannya, kau takut dianggap gila? Ha..ha...” seringainya sambil melangkah maju mendekati Lucky.
“Berikan Lucian padaku, Paman.”
“Tidak, ternyata kau masih dipengaruhi kekuatan jahat itu.”
“Paman, aku tidak menerima jawaban TIDAK,” Aurelia lalu mencengkeram leher Lucky dengan satu tangan hingga kaki pria itu tak menyentuh lantai. Ia mencakar wajah pria itu, menimbulkan luka gores dari alis hingga pipi Lucky, darahpun menetes dari wajahnya. Aurelia bersiap menusukkan tangannya pada jantung Lucky namun suara seseorang mengagetkannya.
“Hentikan Aurelia...” sang Raja berdiri di ambang pintu, mukanya benar-benar tegang dan seolah tak percaya apa yang baru saja dilihatnya. Sang Raja memegangi dadanya, tiba-tiba ia mengerang kesakitan lalu perlahan kepalanya jatuh membentur lantai.
“AYAH...” Aurelia melepaskan cengkeramannya pada Lucky dan berlari kearah Ayahnya.
“Ayah, kau kenapa? Bangunlah Ayah!”
Lucky berjalan tertatih-tatih sambil menerobos jendela, lalu menghilang.
“Itu adalah cerita terakhir yang ku ketahui dari Aurelia, Ayahnya meninggal, dan Pamannya Lucky tidak diketahui keberadaanya.”
“Benarkah cerita itu, Baba? Mengerikan sekali tapi juga menyedihkan.” Ucap Margareta sedikit gemetar mendengar cerita Baba.
Baba mengangguk perlahan, sepertinya pikirannya masih menerawang dalam cerita itu. Feliz terlihat diam meresapi semua cerita Baba, ia bahkan tidak menjawab pertanyaan Margareta untuk segera pergi karena hari hampir gelap.
Baba berjalan kearah tumpukan kardus, mengambil sesuatu dari tempat itu dan berbalik kearah Feliz. Ia sedikit bergeming saat melihat Margareta sudah tergeletak di tanah.
“Wah kelihatannya pisau itu cukup tajam, sepertinya kau sudah bisa menebak bahwa ini aku,” Ucap Feliz dengan tersenyum sinis.
“Wajah baru yang kau pergunakan berhasil mengecohkanku tapi aku baru tahu beberapa hari yang lalu saat kau menatap tanpa berkedip kalung yang aku pakai. Setelah bersembunyi sekian lama ternyata kau menemukanku, Aurelia,”
“Paman Lucky, kau menghancurkan hidupku, aku tidak sebaik yang kau kira  akan memaafkanmu dengan mudah. Betapa tersiksanya aku saat kau merebut Lucian dariku, dan kau menyebabkan ayahku mati,”
“Ini tidak seperti yang kau pikirkan. Sudah saatnya aku mengatakan ini padamu, dulu kau tak mau mendengar penjelasanku. Inilah saatnya kau tahu kebenarannya,”
“Bicaralah, sebelum aku meremukkan jantungmu itu, dan aku akan mengembalikan kekasihku Lucian.”
Lucky berjalan perlahan dengan tongkatnya, duduk diatas sebuah batu disebelah gubuknya.
“Aurelia, ibumu adalah seorang wanita gipsi, ia mempunyai kekuatan jahat didalam tubuhnya. Kakakku terkena mantra pemikatnya, dan berhasil tertipu lalu menikahi ibumu, tapi mataku tak bisa tertipu, dan kurasa semua orang di istana juga tahu mengenai ibumu. Aku tak bisa membiarkannya hidup ketika aku melihat masa depan yang suram untuk pulau Harvest di mata ibumu. Ia memohon padaku untuk membiarkan bayinya hidup, lalu ia akan mengambil sendiri nyawanya. Aku luluh melihat saat ia berlutut memohon padaku, aku juga tidak tega melihat saudara laki-lakiku akan sedih jika anak yang diharapkannya mati.
Tapi ternyata rasa ibaku membuahkan petaka, kekuatan jahatnya ternyata menurun padamu, aku belum pernah melihat orang sekejam dirimu, tapi apa yang bisa aku lakukan, semakin  tumbuh dewasa kau semakin kuat, aku jelas bukan tandinganmu lagi. Akhirnya selama 5 tahun aku mempelajari sebuah mantra untuk merubah benda menjadi manusia, aku kira dengan menghadirkan Lucian, hatimu bisa berubah, aku berharap cinta dihatimu mampu melenyapkan kekuatan jahat didirimu. Aku tidak merubah Lucian menjadi batu cahaya ini, tapi sebenarnya dia adalah batu cahaya yang aku rubah menjadi manusia. Tapi sekali lagi aku melakukan kesalahan, kau memang berubah tapi hanya sementara, ternyata kau menginginkan Lucian dan berusaha memilikinya. Dan aku tak bisa membiarkan itu terjadi, karena sudah pasti kau takkan bisa terkontrol,”
“Kau bohong soal Lucian,”
“Maafkan aku, ini demi kebaikanmu,”
“Tidak, Kau tidak akan ku lepaskan kali ini. Berikan Lucian padaku, aku bisa merubahnya menjadi manusia dalam sekejap, dan kau bisa mati secara tak menyakitkan,”
Lucky menatap Aurelia dengan pandangan sedih. Ia lalu menggunakan pisau ditangannya menusuk batu cahaya itu hingga menembus jantungnya.
“TIDAK..............” Teriak Aurelia.

******************************END******************************
Mimil Charmel

cerpen ini diikutsertakan dalam lomba cerpen fantasy fiesta 2012
http://kastilfantasi.com/



Comments

Popular posts from this blog

ANALISIS PERUSAHAAN (MANAJEMEN INVESTASI)

Fungsi Google Images untuk Mencari Sumber Gambar atau Foto

Ladies of Flower