"Aurelia mencari Lucian"
AURELIA MENCARI LUCIAN
“Jangan
sebut namanya jika kalian tak mengenalnya. Simak sajalah apa yang akan aku
ceritakan, mungkin ini terdengar seperti dongeng, tapi ini kenyataan bahkan
kenyataan yang sangat mengerikan. Seorang Raja yang memimpin sebuah pulau
bernama Harvest, memiliki seorang putri bernama Aurelia, yang berarti emas.
Raja sudah menunggu selama 25 tahun untuk memiliki keturunan, merupakan
keberuntungannya saat ia mendapatkan Aurelia setelah pernikahannya yang kelima
bersama seorang wanita, bukan wanita biasa, dia adalah wanita dari kaum gipsi.
Aku tak begitu mengenali wanita itu, tapi terdengar kabar dulunya dia adalah
keturunan penyihir jahat.”
“Baba,
dari mana kau tahu cerita ini?” tanya Feliz kepada seorang pria tua yang
menempati gubuk reot di bawah jembatan. Feliz merupakan seorang aktivis yang
mengurusi gelandangan di kota. Ia datang dari satu tempat ke tempat lain untuk
meningkatkan taraf hidup para gelandangan. Tapi dengan Baba, nama panggilan
untuk pria tua itu, entah kenapa Feliz merasa tertarik, ia kerap datang hanya
untuk memperhatikan aktifitas Baba dalam sehari. Hari ini pun Feliz datang ke
tempat Baba untuk memberikan makanan dan mengajaknya berbicara, ia mengajak
temannya yang bernama Margareta untuk mengunjungi Baba. Entah karena sudah lama
mengunjungi Baba, atau karena Feliz membawa seorang teman, tiba-tiba saja Baba
ingin menceritakan sebuah kisah yang menurutnya sudah disimpan selama bertahun-tahun.
“Dengarlah
ceritaku, dan kau akan paham darimana aku mengetahui cerita ini.”
“Aurelia, gadis kecilku, dari mana saja dirimu
sayang?” kata Raja.
“Ayahanda, aku baru saja berkeliling pantai.
Aku punya satu permintaan Ayah,”
“Apa itu Aurelia?”
“Saat usiaku 17 tahun, aku ingin ayah
membangun sebuah istana kecil yang cantik, terbuat dari batu pualam, terdapat banyak kaca, menghadap ke laut, dan
terdapat menara dengan kubah permata, agar saat siang, istanaku bersinar dengan
indahnya,”
Sang raja terdiam menatap mata putri kecilnya
itu.
“Apakah permintaanku tidak akan ayah
kabulkan?”
Sang raja masih terdiam, dan mengelus-elus
jenggot panjangnya yang berwarna putih. Tiba-tiba ia tersenyum dan menggendong
Aurelia.
“Tidak akan pernah permintaanmu aku tolak,
apapun itu sayang, kelakpun kau yang akan memimpin pulau Harvest ini. Betapa
bahagianya aku yang sudah tua ini memiliki gadis secantik kau, aku sudah
berjanji pada ibu-mu akan mengabulkan semua permintaanmu,”
“Terima kasih Ayah,”
Wanita gipsi yang merupakan ibu dari Aurelia
telah meninggal saat melahirkan gadis itu. Semua permintaan Aurelia menjadi
sebuah kewajiban bagi sang Raja untuk dikabulkan, hal itu juga yang menjadi
permintaan terakhir dari wanita gipsi tersebut.
Lucky, seorang pria paruh baya, mendekat
kearah sang Raja, memberikan salam penghormatan dan menyampaikan pesan bahwa sebentar
lagi akan diadakan pertemuan dengan para petani di pulau Harvest membahas
pemberantasan hama. Lucky adalah adik dari sang Raja, ia menjabat sebagai
penasehat di istana.
“Hai Aurelia,” sapanya dengan senyum, Lucky
selalu bersikap ramah dengan Aurelia tapi dia sama sekali tak pernah menyentuh
keponakannya itu, entah apa yang menjadi alasannya.
“Hai paman Lucky,”
Setelah sang raja dan penasehatnya pergi,
Aurelia memanggil salah satu dayangnya.
“Upix, bawakan buah Dragon untukku,”
“Maaf tuan putri, persediaan buah Dragon telah habis, jadi untuk hari ini istana
tidak bisa menyediakannya untuk anda.”
Aurelia memandang tajam ke arah dayangnya yang
dipanggil Upix. Ia menggerakkan tangannya keudara, seperti sedang menyayat
sesuatu.
“AKKHH...” tiba-tiba saja Upix berteriak
kesakitan memegangi lehernya, darah menetes membasahi seragamnya.
“Aku tak ingin mendengar kata tidak, Upix,”
Upix memandang ngeri pada sorotan mata
Aurelia, ditengah bola matanya yang berwarna cokelat itu muncul bintik berwarna
merah yang semakin lama merubah warna bola matanya menjadi lingkaran merah yang
utuh.
“Maafkan saya Tuan Putri, segera akan saya
carikan buah Dragon,”
“Kesempatanmu hanya sekali, tak ada tawar
menawar buatku,”
Upix menjerit dalam kengerian saat melihat
tangannya berubah menjadi butiran debu hingga menjalar keseluruh tubuhnya dan
akhirnya hanya butiran debu yang membekas dari dayang itu.
Aurelia tersenyum dan perlahan warna bola
matanya kembali seperti semula. Tanpa dia ketahui sepasang mata telah merekam
kejadian yang baru saja terjadi.
Saat usia Aurelia menginjak usia 15 tahun, ia
dihadiahi ayahnya seekor kuda putih yang cantik, yang selalu menemaninya
mengelilingi wilayah pantai. Suatu ketika kaki kuda itu terluka parah, dan dia
hampir tak bisa berdiri. Namun Aurelia tak perduli, ia menaiki kuda itu dan
menyuruhnya berjalan. Kuda tersebut mengeluarkan suara yang memilukan karena
tak sanggup berjalan.
“Jangan pernah menolak perintah Aurelia, kuda
manis, aku sudah mulai menyayangimu, tapi kenapa kau menolak permintaanku,”
Ia pun turun dari kuda tersebut, menatap mata
binatang yang terlihat menyedihkan itu dan tiba-tiba saja kuda itu mampu
berjalan, sambil menunduk binatang tersebut terus berjalan masuk kedalam air, semakin
menjauh hingga tubuh kuda itu tak terlihat lagi di lautan.
“Aurelia, dimana kuda yang ayah berikan
padamu?” tanya sang Raja saat menyambutnya di gerbang istana.
“Kudaku hilang Ayah, aku menambatkannya di
tengah hutan. Baru aku tinggal sebentar binatang itu sudah tidak ada. Mungkin
dia diculik atau kabur,” jawabnya.
“Haruskah ayah menyuruh pengawal untuk mencari
kuda itu?”
“Tidak usah Ayah, biarkan saja. Mungkin dia
mau hidup bebas,”
“Baik, masuklah! Makan siangmu sudah
disiapkan,”
Kini Aurelia sudah menjadi gadis remaja yang cantik,
namun semua orang takut padanya. Raja tak pernah tahu ada yang salah dengan
putrinya, di mata sang Raja, Aurelia adalah gadis manis yang periang. Ia pun
kini tinggal di istana kecil impiannya, yang kubahnya terbuat dari permata.
Ulang tahunnya yang kedua puluh tahun ini, sang raja menghadiahkan sebuah kapal
pesiar yang sangat indah. Ia tahu
Aurelia sangat menyukai laut, dan berusaha menyenangkan hati putrinya saat ia
masih hidup di dunia.
“Mari kita berlayar pengawal,”
“Baik Tuan Putri,”
Dengan ditemani 5 orang pengawal dan 3
dayang-dayang, Aurelia berlayar setelah matahari telah terbenam.
Ia berjalan di dek kapal saat kapalnya
mencapai tengah laut, menatap langit yang gelap, terpesona akan taburan bintang
yang menghias langit. Setelah menikmati suasana itu selama beberapa jam,
seorang pengawal datang dan memberitahu bahwa cuaca memburuk dan mereka harus
segera pulang ke istana.
“Aku sedang menikmati suasana ini, pengawal,
tidakkah kau lihat?”
“Ampun beribu ampun Tuan Putri, saya hanya
takut ombak besar akan menghantam kapal ini,”
“Aku tidak mau pergi dari sini. Aku pergi
ketika aku ingin, dan aku disini ketika aku ingin,”
“Tapi tuan Putri,”
“Kau tidak kenal siapa aku, pengawal. Aku
bahkan bisa memindahkan kapal ini dalam sekejap mata. Aku sangat tidak suka
didikte siapapun, tapi kau baru saja melakukannya padaku,”
“Maafkan hamba Tuan Putri, hamba tidak
bermaksud seperti itu,”
“Aku
bisa menghentikan detak jantungmu, kau ingin bukti?” Aurelia menggumamkan
sesuatu dari bibirnya selanjutnya yang terjadi adalah pengawal itu telah
memegangi dadanya dan merintih kesakitan.
“Tuan... pu..tri.. ampun, akhh..” muka
pengawal tadi bertambah pucat hingga ia tak sanggup berbicara lagi. Aurelia
lalu menghentikan gumamannya, ia mendekati pengawal itu dan menatap matanya.
Pengawal itu kembali bisa bernafas saat mantra itu berhenti diucapkan tapi tak
berapa lama tubuhnya tak bisa digerakkan. Aurelia memegangi jari pengawal itu
dan secara perlahan mencabut kuku di jari telunjuk pengawal itu, tak ada suara
yang terdengar namun dari tatapan pria itu menunjukkan kesakitan yang luar
biasa, darahpun menetes dari ujung jarinya.
Para pengawal lain beserta dayang-dayang
memandangi kejadian mengerikan itu dari balik ruang kemudi kapal. Mereka tak
bisa berbuat apa-apa, bahkan para dayang menahan jeritan ketakutan mereka agar
tak terdengar.
“Kali ini aku masih berbaik hati, masuklah!
Aku ingin disini sebentar lagi, kau hanya mengganggu ketenanganku,”
Pengawal itu kembali bisa bergerak lalu
berjalan menuju ruang kemudi sambil
memegangi jari tangannya. Dayang-dayang itu lalu membantu mengobati luka
pengawal itu di salah satu kamar.
“Bagaimana keadaanmu Gun?” tanya salah seorang
dayang.
“Dia memang gadis paling kejam,” sambil
merintih saat tangannya diobati.
“Menurutku roh ibunya, si wanita gipsi itu
telah merasuk kedalam jiwanya, dia pun terlihat seperti iblis. Aku ingat saat
pertama kali saat wanita gipsi itu masuk ke istana, raja selalu memuji
kecantikan istrinya, tapi aku tak melihat satupun sisi kecantikan itu.” Ucap
salah satu dayang yang sudah lama bekerja di istana.
“Benarkah, Carmella? Ia betul-betul
mengerikan. Aku harap kita jangan pernah berbuat kesalahan lagi dengannya, atau
kita bakal mati mengenaskan ditangannya. Kau masih beruntung Gun, dia tak
membunuhmu,” tambah salah satu pengawal.
Suara guntur menyambar-nyambar ditengah laut,
sepertinya akan ada badai besar.
“Apa aku bilang, Jangan-jangan kita akan
tenggelam karena badai disini,”
Mereka berjalan perlahan ke ruang kemudi,
memandangi Aurelia yang berdiri di pinggir kapal, mengangkat satu tangannya ke
langit. Terlihat mulutnya bergerak-gerak seperti mengucapkan mantra lalu sebuah
cahaya dari langit menyentuh tangannya. Seketika laut menjadi tenang, warna
langit kembali seperti semula.
Mata-mata yang melihat kejadian itu terkejut
dan menahan suara takjub mereka melihat kekuatan Aurelia.
Keesokannya tibalah seorang pria muda ke
istana, ia bernama Lucian. Lucky mengatakan bahwa Lucian adalah anak dari
temannya yang datang ke istana untuk mengantarkan pesanan darinya. Ia akan
menginap disini selama seminggu, karena Lucky ingin Lucian menikmati pulau
Harvest yang indah.
Siapa sangka Aurelia yang selau bersikap
dingin dan sangat kejam malah jatuh cinta pada pandangan pertama pada Lucian.
Lucky meminta Aurelia untuk menemani Lucian mengelilingi pulau Harvest,
sehingga Aurelia kembali tinggal di istana Ayahnya. Dengan senang hati gadis
itu menemani Lucian, mereka berdua menghabiskan waktu sampai matahari terbenam
di tepi pantai.
Aurelia berjalan mondar-mandir di kamarnya, ia
membongkar lemari pakaian sehingga semua pakaiannya berserakan di lantai.
“Dayang, dimana gaunku yang berwarna biru?”
“Gaun itu masih berada di bawah Tuan Putri,
saya baru akan meletakannya di lemari sore ini,”
“Kenapa kau tidak bilang dari tadi? Aku sudah
letih membongkar kamar ini,” ia lalu mencengkeram tangan dayang muda itu.
“Ampun Tuan Putri,” ia mengaduh kesakitan saat
tangannya mulai membiru dan menunduk takut saat bola mata Aurelia yang telah
berubah.
“Aurelia,” terdengar suara seorang pria dari
arah pintu. Aurelia segera melepas genggamannya saat ia melihat Lucian berada
di depan kamarnya.
“Pergi!” perintah Aurelia pada dayang itu.
Lucian pun masuk dan mendekati Aurelia.
“Tenanglah,” ucap Lucian, seketika warna bola
mata Aurelia berubah menjadi warna coklat kembali.
“Kau tidak takut padaku?”
“Apa yang harus ditakutkan dari seorang gadis
cantik sepertimu? Katakan padaku,”
Aurelia tersenyum dan saat itulah mereka
semakin akrab. Kini tak ada lagi aksi penyiksaan yang dilakukan gadis itu,
karena setiap hari disibukkan untuk bersama Lucian. Entah kenapa kemarahannya
terasa menghilang saat bersama Lucian, kini ia lebih banyak tersenyum daripada
sebelumnya.
“Maafkan saya Tuan putri, saya terlambat
mengantarkan makan siang. Raja memerintahkan saya untuk mengambil barang di
pasar,” dayang itu terlihat ketakutan saat membawa baki makanan ke kamar
Aurelia.
“Sudahlah letakkan makanan itu, dan pergi!”
Besok adalah hari terakhir Lucian berada di
pulau Harvest. Aurelia memandang sedih wajah Lucian yang selalu tampak
bercahaya.
“Apakah kau akan pulang besok?”
“Ya Aurelia, aku harus pulang. Sudah hampir
seminggu aku disini,”
“Tinggallah lebih lama, aku senang kau berada
disini.”
“Tidak mungkin, aku sudah berjanji dengan ayahku
akan pulang besok,”
“Tapi aku menginginkan kau disini, karena aku
menyukaimu,”
“Aurelia....” Lucian tak mampu melanjutkan
kata-katanya.
“Apa? Kenapa? Kau tidak menyukaiku...”
“Bukan begitu, aku hanya tidak bisa.”
“Mengapa? Apa kau sudah memiliki kekasih?”
Aurelia menatap tajam Lucian, bola mata itu berubah perlahan menjadi merah.
“Tenanglah Aurelia, kontrol emosimu. Lihat
matamu telah berubah,”
“Tidak, aku tak peduli. Kau membohongiku...”
“Ini bukan seperti yang kau pikirkan,”
“Jadi apa maksudmu? Dengar Lucian, aku selalu
mendapatkan semua keinginanku, dan sekarang aku menginginkanmu. Bagaimanapun
caranya kau harus menjadi milikku!”
“Aurelia, hentikan semua yang telah kau
perbuat selama ini. Aku tahu kau sebenarnya gadis baik, kau hanya tak bisa mengontrol
emosimu. Kau tak bisa memaksa semua orang untuk menuruti semua keinginanmu,
gunakanlah kekuatanmu untuk kebaikan. Kau pasti bisa berubah,”
“Omong kosong apa itu? Lucian, tak seorangpun
bisa mendikteku, aku berjalan atas kemauanku sendiri, semua yang aku lakukan
karena aku ingin. “
“Aurelia, kali ini aku mohon dengarkanlah aku.
Aku ingin kau berubah karena kemauanmu sendiri,”
“Aku mau kau jadi milikku,” paksa Aurelia.
“Tapi aku tak bisa,” Lucian berujar dengan
sedih.
Aurelia berlari meninggalkan Lucian di pantai,
ia berlari menuju hutan.
“Akhh....” teriaknya saat di tengah hutan.
Pohon-pohon yang berjarak dekat dengan Aurelia tiba-tiba tumbang dan sebuah
batu besar pecah berkeping-keping.
Keesokannya Aurelia mencari Lucian keseluruh
bangunan di istana, tapi ia tak menemukan batang hidung pria itu.
“Lucian...Lucian..” teriaknya disepanjang
lorong bangunan istana. Para dayang memandang Aurelia dengan heran, mereka
takut bertanya kepadanya.
“Dayang, dimana Lucian?” tanyanya pada salah
satu dayang yang sedang berada di dapur.
“Hamba tidak tahu tuan Putri,” jawabnya sambil
menunduk.
“Dasar bodoh, apa saja kerja kalian di istana
ini. Bantu aku mencari Lucian, dan kalian harus menemukannya,” dengan kemarahan
Aurelia meninggalkan dapur.
“Siapa itu Lucian?” tanya dayang tadi kepada
dayang yang lainnya.
“Aku juga tidak tahu, pagi ini dia terlihat
aneh sekali. Meneriakkan nama Lucian dan mencarinya diseluruh bangunan istana.”
“Cepat! kita harus mencarinya, jika dia masih
melihat kita disini, kita akan mati.” Mereka semua lalu bergegas meninggalkan
dapur, mencari sesuatu yang sebenarnya tak mereka ketahui.
“Ayahanda,” Aurelia masuk kedalam ruang kerja
ayahnya.
“Ada apa sayang?”
“Dimana Lucian?”
“Lucian? Siapa itu?” tanya sang raja bingung.
“Lucian, Anak dari teman paman Lucky yang
menginap disini,” Aurelia sempat kaget melihat ekspresi bingung ayahnya.
“Tidak ada yang datang ke istana ini sayang,
tak seorangpun, apalagi yang bernama Lucian.”
“Apa?” keterkejutan Aurelia semakin bertambah dengan
penjelasan ayahnya.
“Ini tidak mungkin, ayah, kau pasti sedang
bercanda denganku,”
Sang Raja mendekati putrinya lalu mengelus
rambut panjangnya.
“Aurelia, ada apa sebenarnya? Ayah rasa kamu
terlalu banyak bermain diluar, ayah memperhatikan belakangan ini kamu selalu
menghabiskan waktu diluar sendirian,”
“Sendirian? Aku bersama......” ia hanya
menyebut nama Lucian dalam hatinya.
“Ayah aku ingin pergi ke kamarku sekarang,”
“Baiklah, istirahat sajalah. Jika ada yang
kamu inginkan katakan pada Ayah,”
Ia mengangguk lalu meninggalan ruangan itu.
Saat tiba di kamar, Aurelia melemparkan semua barang-barang yang berada
dihadapannya.
“Apa maksudnya semua ini, dimana Lucian? Tapi Ayahku
tak mungkin berbohong.” Ia berpikir sebentar lalu berjalan keluar dari
kamarnya.
“Paman Lucky,” Aurelia masuk tanpa permisi ke
kamar Lucky, ia melihat Lucky sedang duduk membaca buku.
“Hai Aurelia,” sapa Lucky.
“Paman, katakan kepadaku dimana Lucian!”
Lucky bangkit dari kursinya dan berjalan
perlahan ke arah Aurelia yang memandanginya dengan tajam.
“Lucian? Siapa itu Lucian, Aurelia?”
“Paman, apa maksudmu sebenarnya, katakan
padaku. Apakah kau mempermainkanku, agar aku terlihat seperti orang gila di
rumah ini.”
“Tenanglah, apa yang sedang kau bicarakan
ini?”
“Paman, jangan berpura-pura lagi. Kau yang
memperkenalkanku dengan Lucian, kau mengatakan ia adalah anak dari temanmu, apa
maksudmu?”
“Sepertinya sekarang pikiranmu telah melantur
kemana-mana. Tenanglah, Aurelia!”
Aurelia melihat kalung yang dikenakan Lucky,
kalung yang memiliki tali berwarna hitam yang terdapat bandul persegi dengan
sebuah batu berwarna hitam berkilau di tengahnya. Matanya langsung berubah
menjadi warna merah, Lucky yang terkejut mundur beberapa langkah dari tempat
Aurelia berdiri.
“Aku bisa merasakan Lucian di dekatmu, Paman.
Apakah kau memasukkannya kedalam batu di kalungmu itu? Katakan padaku! Jadi bukan
hanya aku yang memiliki kekuatan disini, tapi kau juga,”
“Aurelia, tahan emosimu. Aku bisa menjelaskan
semuanya,”
“Ternyata kau juga sudah lama tahu bahwa aku
memiliki kekuatan. Kenapa kau tidak mengatakannya, kau takut dianggap gila?
Ha..ha...” seringainya sambil melangkah maju mendekati Lucky.
“Berikan Lucian padaku, Paman.”
“Tidak, ternyata kau masih dipengaruhi
kekuatan jahat itu.”
“Paman, aku tidak menerima jawaban TIDAK,”
Aurelia lalu mencengkeram leher Lucky dengan satu tangan hingga kaki pria itu
tak menyentuh lantai. Ia mencakar wajah pria itu, menimbulkan luka gores dari
alis hingga pipi Lucky, darahpun menetes dari wajahnya. Aurelia bersiap
menusukkan tangannya pada jantung Lucky namun suara seseorang mengagetkannya.
“Hentikan Aurelia...” sang Raja berdiri di
ambang pintu, mukanya benar-benar tegang dan seolah tak percaya apa yang baru
saja dilihatnya. Sang Raja memegangi dadanya, tiba-tiba ia mengerang kesakitan
lalu perlahan kepalanya jatuh membentur lantai.
“AYAH...” Aurelia melepaskan cengkeramannya
pada Lucky dan berlari kearah Ayahnya.
“Ayah, kau kenapa? Bangunlah Ayah!”
Lucky berjalan tertatih-tatih sambil menerobos
jendela, lalu menghilang.
“Itu
adalah cerita terakhir yang ku ketahui dari Aurelia, Ayahnya meninggal, dan Pamannya
Lucky tidak diketahui keberadaanya.”
“Benarkah
cerita itu, Baba? Mengerikan sekali tapi juga menyedihkan.” Ucap Margareta
sedikit gemetar mendengar cerita Baba.
Baba
mengangguk perlahan, sepertinya pikirannya masih menerawang dalam cerita itu.
Feliz terlihat diam meresapi semua cerita Baba, ia bahkan tidak menjawab
pertanyaan Margareta untuk segera pergi karena hari hampir gelap.
Baba
berjalan kearah tumpukan kardus, mengambil sesuatu dari tempat itu dan berbalik
kearah Feliz. Ia sedikit bergeming saat melihat Margareta sudah tergeletak di
tanah.
“Wah
kelihatannya pisau itu cukup tajam, sepertinya kau sudah bisa menebak bahwa ini
aku,” Ucap Feliz dengan tersenyum sinis.
“Wajah
baru yang kau pergunakan berhasil mengecohkanku tapi aku baru tahu beberapa
hari yang lalu saat kau menatap tanpa berkedip kalung yang aku pakai. Setelah
bersembunyi sekian lama ternyata kau menemukanku, Aurelia,”
“Paman
Lucky, kau menghancurkan hidupku, aku tidak sebaik yang kau kira akan memaafkanmu dengan mudah. Betapa
tersiksanya aku saat kau merebut Lucian dariku, dan kau menyebabkan ayahku
mati,”
“Ini
tidak seperti yang kau pikirkan. Sudah saatnya aku mengatakan ini padamu, dulu
kau tak mau mendengar penjelasanku. Inilah saatnya kau tahu kebenarannya,”
“Bicaralah,
sebelum aku meremukkan jantungmu itu, dan aku akan mengembalikan kekasihku
Lucian.”
Lucky
berjalan perlahan dengan tongkatnya, duduk diatas sebuah batu disebelah
gubuknya.
“Aurelia,
ibumu adalah seorang wanita gipsi, ia mempunyai kekuatan jahat didalam
tubuhnya. Kakakku terkena mantra pemikatnya, dan berhasil tertipu lalu menikahi
ibumu, tapi mataku tak bisa tertipu, dan kurasa semua orang di istana juga tahu
mengenai ibumu. Aku tak bisa membiarkannya hidup ketika aku melihat masa depan
yang suram untuk pulau Harvest di mata ibumu. Ia memohon padaku untuk
membiarkan bayinya hidup, lalu ia akan mengambil sendiri nyawanya. Aku luluh
melihat saat ia berlutut memohon padaku, aku juga tidak tega melihat saudara
laki-lakiku akan sedih jika anak yang diharapkannya mati.
Tapi
ternyata rasa ibaku membuahkan petaka, kekuatan jahatnya ternyata menurun
padamu, aku belum pernah melihat orang sekejam dirimu, tapi apa yang bisa aku
lakukan, semakin tumbuh dewasa kau
semakin kuat, aku jelas bukan tandinganmu lagi. Akhirnya selama 5 tahun aku
mempelajari sebuah mantra untuk merubah benda menjadi manusia, aku kira dengan
menghadirkan Lucian, hatimu bisa berubah, aku berharap cinta dihatimu mampu
melenyapkan kekuatan jahat didirimu. Aku tidak merubah Lucian menjadi batu
cahaya ini, tapi sebenarnya dia adalah batu cahaya yang aku rubah menjadi
manusia. Tapi sekali lagi aku melakukan kesalahan, kau memang berubah tapi
hanya sementara, ternyata kau menginginkan Lucian dan berusaha memilikinya. Dan
aku tak bisa membiarkan itu terjadi, karena sudah pasti kau takkan bisa
terkontrol,”
“Kau
bohong soal Lucian,”
“Maafkan
aku, ini demi kebaikanmu,”
“Tidak,
Kau tidak akan ku lepaskan kali ini. Berikan Lucian padaku, aku bisa merubahnya
menjadi manusia dalam sekejap, dan kau bisa mati secara tak menyakitkan,”
Lucky
menatap Aurelia dengan pandangan sedih. Ia lalu menggunakan pisau ditangannya
menusuk batu cahaya itu hingga menembus jantungnya.
“TIDAK..............”
Teriak Aurelia.
******************************END******************************
Mimil Charmel
cerpen ini diikutsertakan dalam lomba cerpen fantasy fiesta 2012
http://kastilfantasi.com/
http://kastilfantasi.com/
Comments
Post a Comment
silahkan memberikan komentar yang membangun sebagai ciri masyarakat Indonesia yang berbudi :)